Monday, September 19, 2016

Muhammad Diajak Abu Thalib Berdagang ke Bumi Syam

Adik-adik tersayang, hati Muhammad kecil merasa pengap dengan kehidupan di Mekah. Setiap hari, dilihatnya anak-anak fakir miskin seusianya bekerja bersama-sama dengan bertelanjang tanpa rasa malu.

Muhammad juga melihat setiap malam pintu rumah orang-orang kaya tertutup rapat. Di dalam, mereka berpesta pora, menyaksikan para penari, dan bermabuk-mabukan sampai pagi sambil dijaga oleh para budak. Padahal, di tempat lain, ia melihat orang-orang berjuang mencari rezeki antara hidup dan mati.

Muhammad sering sekali melintas di depan gubuk-gubuk reyot dan rumah-rumah kumuh. Pintu-pintu mereka juga tertutup rapat, tetapi di dalamnya tinggal orang-orang yang hidup menderita. Orang-orang itu  jika besok atau lusa terpaksa menggadaikan anak gadis, istri atau ibunya untuk dikumpulkan menjadi budak para saudagar demi melepaskan diri dari lilitan hutang.

Di depan gubuk-gubuk itu, Muhammad melihat para pemuda berkumpul. Pikiran mereka dipenuhi impian tentang datangnya mukjizat yang akan mampu membebaskan Mekah dari kebiadaban. Para pemuda itu berkumpul mengelilingi seorang laki-laki yang bercerita tentang legenda-legenda indah orang-orang terdahuu yang berjuang melawan raja yang sewenang-wenang.

Suatu saat, pada usia 12 tahun, Abu Thalib berniat pergi berdagang ke Syam untuk mencari nafkah.
"Ajaklah aku, Paman!" pinta Muhammad
"Tetapi, perjalanan padang pasir begitu sulit dan jauh! Aku tidak tega mengajak anak sekecilmu menempuh kesulitan sedemikian berat!".

Saat itu, hanya Abu Thalib tempat Muhammad berlindung. Ia merasa amat kesepian jika harus menghadapi kehidupan Mekah seorang diri, tanpa ada paman disampingnya.

" Kepada siapakah Paman akan meninggalkan aku seorang diri apabila Paman pergi nanti?" tanya Muhammad begitu menghiba.
Abu Thalib sangat terharu, "Demi Allah, aku pasti membawanya pergi. Ia tidak boleh berpisah denganku dan aku tidak boleh berpisah dengannya selama-lamanya."

Akhirnya, Muhammad pun diizinkan pergi menempuh perjalanan musim panas yang begitu jauh.

Dan bagaimana kisah perjalanan mereka? Ikuti terus blog ini ya.

Lihb Si Peramal

Orang-orang Quraisy sering mendatangi Lihb dengan membawa anak-anaknya untuk diramal. Suatu hari, Lihb melihat Muhammad. " Kemarilah, hai anak muda!" serunya. Namun, Abu Thalib segera menyembunyikan Muhammad dan membawanya pergi hingga Lihb berteriak-teriak, "Celakalah kalian, bawa ke sini anak muda yang aku lihat tadi! Demi Allah, anak ini akan menjadi orang besar pada kemudian hari!"

Sunday, September 18, 2016

Muhammad Diasuh Pamannya Abu Thalib

Sebelum wafat, Abdul Muthalib menunjuk salah seorang anak nya untuk mengasuh Muhammad. Ia tidak menunjuk Abbas yang kaya, namun agak kikir. Ia juga tidak menunjuk Harist, putranya yang tertua karena Harist adalah orang yang tidak mampu. Abdul Muthalib menunjuk Abu Thalib untuk mengasuh Muhammad karena sekalipun miskin, Abu Thalib memiliki perasaan yang halus dan paling terhormat di kalangan Quraisy.

Abu Thalib juga amat menyayangi kemenakannya itu. Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, suka berbakti, dan baik hati sangat menyenangkab Abu Thalib. Ia bahkan lebih mendahulukan kepentingan Muhammad dibandingkan anak-anaknya sendiri.

Begitu pun sebaliknya, Muhammad amat mencintai pamannya. Ia tahu pamannya memiliki banyak anak kecil dan hidup dalam kemiskinan. Namun demikian, pamannya tidak pernah berhutang kepada orang lain. Abu Thalib lebih suka bekerja keras memeras keringat keringat untuk mengganjal perut keluarganya. Karena itulah, tanpa ragu, Muhammad ikut bekerja seperti anak-anak Abu Thalib yang lain. Ia ikut membantu pekerjaan keluarga, menggembalakan kambing, dan mencari rumput.

Abu Thalib merasa bahwa Muhammad kelak akan menjadi orang yang bersih hatinya dan dijauhkan dari dosa. Ia yakin, jika mengajak Muhammad berdoa, Tuhan akan mengabulkan permohonannya. Seperti yang dilakukannya ketika orang-orang Quraisy berseru " Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda. Marilah berdoa meminta hujan".

Maka, Abu Thalib keluar bersama Muhammad. Ia menempelkan punggung Muhammad ke dinding Ka'bah dan berdoa. Kemudian, mendung pun datang dari segala penjuru, lalu menurunkan hujan yang sangat deras hingga tanah di lembah-lembah dan ladanga menjadi gembur.

Lalu bagaimana kisah Muhammad kecil bersama pamannya?

Ali bin Abu Thalib

Ali bin Abu Thalib adalah salah seorang anak Abu Thalib yang diasuh oleh Rasulullah  setelah beliau menikah dengan Khadijah. Ali bin Abu Thalib kelak menjadi salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang utama. Ali bin Abu Thalib juga menjadi menantu beliau dengan menikahi Fathimah, putri beliau.

Saturday, September 17, 2016

Wafatnya Abdul Muthalib

Muhammad dibawa pulang oleh Ummu Aiman. Ia pulang sambil menagis dengan hati pilu karena kini sebatang kara. Muhammad makin merasa kehilangan. Ia menjalani takdir sebagai seorang anak yatim piatu. Terasa olehnya hidup yang makin sunyi dan makin sedih.

Baru beberapa hari yang lalu, ia mendengar dari ibunya keluhan duka kehilangan ayahanda semasa ia dalam kandungan. Kini, ia melihat sendiri di hadapannya, ibunya pergi untuk tidak kembali lagi, seperti ayahnya dulu. Tubuh Muhammad yang masih kecil itu kini memikul beban hidup yang berat, yaitu sebagai yatim-piatu.

Ketika tiba di Mekah, Abdul Muthalib menyambut kedatangan cucunya itu dengan rasa iba yang dalam. Kecintaan Abdul Muthalib pun semakin bertambah kepada Muhammad.

Rasa duka Muhammad mungkin agak ringan apabila kakeknya, Abdul Muthalib, dapat hidup lebih lama lagi. Namun, Allah sudah menentukan lain. Pada usia 80 tahun, sang kakek pun meninggal dunia. Saat itu, Muhammad berusia delapan tahun. Ia mengiringi jenazah kakeknya ke kubur sambil menangis.

Kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu membekas begitu dalam pada diri Rasulullah, sehingga di dalam Al Quran pun disebutkan ketika Allah mengingatkan Rasulullah SAW akan nikmat yang dianugerahkan kepada beliau di tengah kesedihan itu,

"Bukankah engkau dalam keadaan yatim-piatu, lalu diadakan-Nya orang yang akan melindungimu? Dan menemukan kau saat kau kehilangan pedoman, lalu ditunjukkan-Nya jalan itu?" ( Q.S. Ad Dhuha, 93: 6-7)

Keluarga Umayyah

Kematian Abdul Muthalib merupakan pukulan yang berat bagi keluarga Hasyim. Tak ada anak-anak Abdul Muthalib yang memiliki keteguhan hati, kewibawaan, pandangan tajam, terhormat, dan berpengaruh di kalangan Arab seperti dirinya. Keluarga Umayyah lalu tampil ke depan mengambil tampuk pimpinan yang memang sejak dulu mereka inginkan tanpa menghiraukan ancaman yang datang dari keluarga Hasyim.

Friday, September 16, 2016

Wafatnya Bunda Aminah

Dalam perjalanan itu, Aminah membawa Ummu Aiman, budak perempuan peninggalan Abdullah. Sesampainya di Yatsrib, mereka disambut oleh saudara-saudara Aminah. Kepada Muhammad diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan. Itu adalah saat pertama Muhammad benar-benar merasa dirinya sebagai anak yatim. Apalagi ia mendengar ibunya bercerita panjang lebar tentang sang ayah tercinta yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia di tengah-tengah pamannya dari pihak ibu.

sesudah hijrah, pernah juga Rasulullah SAW menceritakan kepada sahabat-sahabatnya tentang kisah perjalanan masa kecil beliau ke Yatsrib yang saat itu telah berubah nama menjadi Madinah. Beliau amat terkenang dengan perjalanan bersama ibunya itu, kisah perjalanan penuh cinta pada Madinah, kisah penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.

Sesudah cukup sebulan tinggal di Madinah, mereka pun bersiap pulang. Mereka berjalan dengan menggunakan dua ekor unta yang mereka bawa dari Mekah. Akan tetapi, di tengah perjalanan, di sebuah tempat bernama Abwa, Bunda Aminah menderita sakit hingga kemudian meninggal di tempat itu.

"Ibu! Ibu!" panggil Muhammad kepada ibunya yang kini membujur kaku.

Dalam pelukan Ummu Aiman, dengan air mata meleleh, Muhammad menyaksikan tubuh ibunya dikuburkan di tempat itu.

Begitulah, pada usia enam tahun. Nabi Muhammad SAW telah menjadi anak yatim piatu. Siapakah yang kemudian mengasuh beliau?

Abwa
Abwa adalah sebuah dusun yang terletak di antara Madinah dengan Juhfa. Jaraknya 23 mil (37 km) dari Madinah

Thursday, September 15, 2016

Kisah Muhammad Dibawah Asuhan Sang Kakek Abdul Muthalib

Sejak itu, Abdul Muthalib bertindak sebagai pengasuh cucunya itu. Ia memelihara Muhammad dengan sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih sayangnya.

Abdul Muthalib adalah pemimpin seluruh Quraisy dan seluruh Mekah. Untuk dia, diletakkan hamparan khusus tempatnya duduk di bawah naungan Ka'bah. Anak2 beliau, paman-paman Muhammad, tidak berani duduk di tempat itu. Mereka duduk di sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada ayah mereka.

Suatu saat, Muhammad kecil yang montok itu duduk di atas hamparan tersebut. Serentak paman-paman beliau langsung memegang dan menahan Muhammad agar tidak duduk di atas hamparan.  Namun, Abdul Muthalib datang dan melihat kejadian tersebut.

"Biarkan anakku itu," katanya, "Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung."

Kemudian, Abdul Muthalib duduk di atas hamparan tersebut sambil memangku Muhammad. Dielus-elusnya punggung Muhammad penuh sayang. Abdul Muthalib bergembira dengan apa yang dilakukan cucunya itu.

Lebih-lebih lagi, kecintaan kakek kepada cucunya itu timbul ketika Aminah kemudian berniat membawa Muhammad ke Yatsrib untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara ibunya dari keluarga Najjar. Perjalanan ini juga bertujuan menengok makam Abdullah, ayah Muhammad. Sudah lama Aminah memendam keinginan untuk menengok makam suaminya tercinta itu. Kini, ia akan berangkat ditemani putranya seorang.

Sahabat fillahku, bagaimana kisah perjalanan mereka ke Yatsrib yang jauh itu?

Halimah As Sa'diyyah

Halimah dijuluki As Sa'diyyah karena ia berasal dari keluarga Bani Sa'ad. Kasih sayang Muhammad terhadap ibu susunya itu tak pernah putus. Pernah suatu kali, setelah pernikahan Muhammad dengan Khadijah, Halimah As Sa'diyyah datang berkunjung. Saat itu, musim paceklik sehingga kehidupan di dusun menjadi susah. Muhammad menerima beliau dengan baik sekali. Saat Halimah pulang, ia dibekali dengan harta Khadijah berupa unta yang dimuati air dan 40 ekor kambing. Setiap kali Halimah datang, Rasulullah selalu membentangkan pakaiannya yang paling berharga untuk alas duduk Bunda Halimah.

Wednesday, September 14, 2016

Muhammad Bertemu Kembali dengan Kakek dan Bunda nya

Tak lama kemudian, datanglah seseorang bernama Waraqah bin Naufal dan seorang temannya dari Quraisy. Keduanya menyerahkan Muhammad kepada Abdul Muthalib, "Ini anakmu, kami menemukannya di Mekah Atas."

Alangkah lega dan gembiranya Abdul Muthalib.

"Cucuku!" katanya sambil mendekap Muhammad.

Abdul Muthalib memerhatikan cucunya dengan wajah berseri-seri, "Apakah kamu mau kakek ajak menunggangi unta yang hebat?"

"Mau. Tetapi, mana untanya kek?"

Sambil tertawa, orang tua itu mengangkat Muhammad dan mendudukkannya di atas bahu.

"Kau kini telah menduduki untanya, Nak! Ha....ha....ha...."

"Wah, unta hebatnya kok sudah tua ya Kek?

"Biar tua, tapi ini unta yang hebat, cucuku! Lihat unta ini mampu mengajakmu berthawaf mengelilingi Ka'bah.

Abdul Muthalib membawa Muhammad berthawaf di Kabah. Setelah itu ia memintakan perlindungan Tuhan untuk cucunya itu dan mendoakannya.

"Mari kita menemui ibumu sekarang, " ajak Abdul Muthalib.

Alangkah senangnya anak dan ibu itu ketika mereka saling bertemu. Walaupun demikian, tersisip kesedihan di hati Muhammad ketika ia melepas Halimah As Sa'diyah, ibu susu yang selama ini telah merawatnya dengan limpahan kasih yang demikian besar.

"Selamat tinggal Muhammad. Jadilah orang besar seperti yang pernah dikatakan ibumu," kata Halimah sambil beranjak pergi.

Sampai dewasa, Muhammad tidak pernah memutuskan tali silaturahim dengan ibu susunya itu.

Waraqah bin Naufal
Waraqah bin Naufal adalah seorang paman Bunda Khodijah yang kelak menjadi istri Muhammad. Waraqah bin Naufal tidak menyukai berhala. Ia tetap mengikuti ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, menjadi hamba Allah  yang setia.
Ia tidak meminum minuman keras dan tidak berjudi. Ia bermurah hati terhadap orang orang miskin yang membutuhkan pertolongannya.

Tuesday, September 13, 2016

Muhammad Menghilang Setelah Diintai oleh Orang-orang Nasrani Habasyah

Halimah cepat-cepat mengajak Muhammad pergi, namun dari kejauhan orang orang Habasyah itu terlihat bergegas mengikuti mereka. Untunglah Halimah mengenal daerah itu dengan baik sehingga ia bisa melepaskan diri dari kejaran orang orang Habasyah walaupun dengan susah payah.

Tidak beberapa lama kemudian, Halimah menyiapkan Muhammad untuk segera kembali ke Mekah. Sedih sekali Muhammad harus berpisah dengan saudara-saudaranya. Syaima, Unaisah, dan Abdullah.

"Muhammad, jangan lupakan kami ya?" pinta Syaima dengan mata berkaca-kaca.

Muhammad mengangguk sambil memeluk mereka satu persatu. Kemudian, berangkatlah Muhammad meninggalkan dusun Bani Sa'ad dengan semua kenangan indah yang tidak akan pernah hilang dari benaknya seumur hidup.

Halimah mengelus kepala Muhammad penuh sayang, "Bergembiralah, Muhammad. Engkau akan berjumpa dengan ibu dan kakekmu."

Mekah pada malam hari sangat ramai ketika mereka tiba. Saat melalui  kerumunan orang itulah, Muhammad terpisah dan menghilang. Halimah kebingungan. Ia takut orang orang Habasyah itu diam diam masih mengikuti mereka dan mengambil kesempatan ini untuk menculik Muhammad.

Sambil menangis, Halimah mendatangi Abdul Muthalib, "Sungguh, pada malam ini, aku datang dengan Muhammad, namun ketika aku melewati Mekah Atas, ia menghilang dariku. Demi Allah, aku tidak tahu di mana kini ia berada."

Setelah memerintahkan orang untuk mencari, Abdul Muthalib berdiri di samping Ka'bah, lalu berdoa kepada Allah agar Dia mengembalikan Muhammad kepadanya.

Dapatkah Muhammad ditemukan kembali?

Nantikan kelanjutan kisahnya pada postingan selanjutnya

Gembala Kambing

Mulai dari hidupnya di Bani Sa'ad sampai masa kecilnya di Mekah, hidup Nabi Muhammad dilalui sebagai seorang gembala. Ibnu Ishaq berkata bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Tidak ada satu nabi pun melainkan ia (pernah) menggembala kambing." Ditanyakan kepada beliau, "Termasuk engkau, wahai Rasulullah?" Rasulullah bersabda " Ya, termasuk aku."