Monday, September 19, 2016

Muhammad Diajak Abu Thalib Berdagang ke Bumi Syam

Adik-adik tersayang, hati Muhammad kecil merasa pengap dengan kehidupan di Mekah. Setiap hari, dilihatnya anak-anak fakir miskin seusianya bekerja bersama-sama dengan bertelanjang tanpa rasa malu.

Muhammad juga melihat setiap malam pintu rumah orang-orang kaya tertutup rapat. Di dalam, mereka berpesta pora, menyaksikan para penari, dan bermabuk-mabukan sampai pagi sambil dijaga oleh para budak. Padahal, di tempat lain, ia melihat orang-orang berjuang mencari rezeki antara hidup dan mati.

Muhammad sering sekali melintas di depan gubuk-gubuk reyot dan rumah-rumah kumuh. Pintu-pintu mereka juga tertutup rapat, tetapi di dalamnya tinggal orang-orang yang hidup menderita. Orang-orang itu  jika besok atau lusa terpaksa menggadaikan anak gadis, istri atau ibunya untuk dikumpulkan menjadi budak para saudagar demi melepaskan diri dari lilitan hutang.

Di depan gubuk-gubuk itu, Muhammad melihat para pemuda berkumpul. Pikiran mereka dipenuhi impian tentang datangnya mukjizat yang akan mampu membebaskan Mekah dari kebiadaban. Para pemuda itu berkumpul mengelilingi seorang laki-laki yang bercerita tentang legenda-legenda indah orang-orang terdahuu yang berjuang melawan raja yang sewenang-wenang.

Suatu saat, pada usia 12 tahun, Abu Thalib berniat pergi berdagang ke Syam untuk mencari nafkah.
"Ajaklah aku, Paman!" pinta Muhammad
"Tetapi, perjalanan padang pasir begitu sulit dan jauh! Aku tidak tega mengajak anak sekecilmu menempuh kesulitan sedemikian berat!".

Saat itu, hanya Abu Thalib tempat Muhammad berlindung. Ia merasa amat kesepian jika harus menghadapi kehidupan Mekah seorang diri, tanpa ada paman disampingnya.

" Kepada siapakah Paman akan meninggalkan aku seorang diri apabila Paman pergi nanti?" tanya Muhammad begitu menghiba.
Abu Thalib sangat terharu, "Demi Allah, aku pasti membawanya pergi. Ia tidak boleh berpisah denganku dan aku tidak boleh berpisah dengannya selama-lamanya."

Akhirnya, Muhammad pun diizinkan pergi menempuh perjalanan musim panas yang begitu jauh.

Dan bagaimana kisah perjalanan mereka? Ikuti terus blog ini ya.

Lihb Si Peramal

Orang-orang Quraisy sering mendatangi Lihb dengan membawa anak-anaknya untuk diramal. Suatu hari, Lihb melihat Muhammad. " Kemarilah, hai anak muda!" serunya. Namun, Abu Thalib segera menyembunyikan Muhammad dan membawanya pergi hingga Lihb berteriak-teriak, "Celakalah kalian, bawa ke sini anak muda yang aku lihat tadi! Demi Allah, anak ini akan menjadi orang besar pada kemudian hari!"

Sunday, September 18, 2016

Muhammad Diasuh Pamannya Abu Thalib

Sebelum wafat, Abdul Muthalib menunjuk salah seorang anak nya untuk mengasuh Muhammad. Ia tidak menunjuk Abbas yang kaya, namun agak kikir. Ia juga tidak menunjuk Harist, putranya yang tertua karena Harist adalah orang yang tidak mampu. Abdul Muthalib menunjuk Abu Thalib untuk mengasuh Muhammad karena sekalipun miskin, Abu Thalib memiliki perasaan yang halus dan paling terhormat di kalangan Quraisy.

Abu Thalib juga amat menyayangi kemenakannya itu. Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, suka berbakti, dan baik hati sangat menyenangkab Abu Thalib. Ia bahkan lebih mendahulukan kepentingan Muhammad dibandingkan anak-anaknya sendiri.

Begitu pun sebaliknya, Muhammad amat mencintai pamannya. Ia tahu pamannya memiliki banyak anak kecil dan hidup dalam kemiskinan. Namun demikian, pamannya tidak pernah berhutang kepada orang lain. Abu Thalib lebih suka bekerja keras memeras keringat keringat untuk mengganjal perut keluarganya. Karena itulah, tanpa ragu, Muhammad ikut bekerja seperti anak-anak Abu Thalib yang lain. Ia ikut membantu pekerjaan keluarga, menggembalakan kambing, dan mencari rumput.

Abu Thalib merasa bahwa Muhammad kelak akan menjadi orang yang bersih hatinya dan dijauhkan dari dosa. Ia yakin, jika mengajak Muhammad berdoa, Tuhan akan mengabulkan permohonannya. Seperti yang dilakukannya ketika orang-orang Quraisy berseru " Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda. Marilah berdoa meminta hujan".

Maka, Abu Thalib keluar bersama Muhammad. Ia menempelkan punggung Muhammad ke dinding Ka'bah dan berdoa. Kemudian, mendung pun datang dari segala penjuru, lalu menurunkan hujan yang sangat deras hingga tanah di lembah-lembah dan ladanga menjadi gembur.

Lalu bagaimana kisah Muhammad kecil bersama pamannya?

Ali bin Abu Thalib

Ali bin Abu Thalib adalah salah seorang anak Abu Thalib yang diasuh oleh Rasulullah  setelah beliau menikah dengan Khadijah. Ali bin Abu Thalib kelak menjadi salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang utama. Ali bin Abu Thalib juga menjadi menantu beliau dengan menikahi Fathimah, putri beliau.

Saturday, September 17, 2016

Wafatnya Abdul Muthalib

Muhammad dibawa pulang oleh Ummu Aiman. Ia pulang sambil menagis dengan hati pilu karena kini sebatang kara. Muhammad makin merasa kehilangan. Ia menjalani takdir sebagai seorang anak yatim piatu. Terasa olehnya hidup yang makin sunyi dan makin sedih.

Baru beberapa hari yang lalu, ia mendengar dari ibunya keluhan duka kehilangan ayahanda semasa ia dalam kandungan. Kini, ia melihat sendiri di hadapannya, ibunya pergi untuk tidak kembali lagi, seperti ayahnya dulu. Tubuh Muhammad yang masih kecil itu kini memikul beban hidup yang berat, yaitu sebagai yatim-piatu.

Ketika tiba di Mekah, Abdul Muthalib menyambut kedatangan cucunya itu dengan rasa iba yang dalam. Kecintaan Abdul Muthalib pun semakin bertambah kepada Muhammad.

Rasa duka Muhammad mungkin agak ringan apabila kakeknya, Abdul Muthalib, dapat hidup lebih lama lagi. Namun, Allah sudah menentukan lain. Pada usia 80 tahun, sang kakek pun meninggal dunia. Saat itu, Muhammad berusia delapan tahun. Ia mengiringi jenazah kakeknya ke kubur sambil menangis.

Kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu membekas begitu dalam pada diri Rasulullah, sehingga di dalam Al Quran pun disebutkan ketika Allah mengingatkan Rasulullah SAW akan nikmat yang dianugerahkan kepada beliau di tengah kesedihan itu,

"Bukankah engkau dalam keadaan yatim-piatu, lalu diadakan-Nya orang yang akan melindungimu? Dan menemukan kau saat kau kehilangan pedoman, lalu ditunjukkan-Nya jalan itu?" ( Q.S. Ad Dhuha, 93: 6-7)

Keluarga Umayyah

Kematian Abdul Muthalib merupakan pukulan yang berat bagi keluarga Hasyim. Tak ada anak-anak Abdul Muthalib yang memiliki keteguhan hati, kewibawaan, pandangan tajam, terhormat, dan berpengaruh di kalangan Arab seperti dirinya. Keluarga Umayyah lalu tampil ke depan mengambil tampuk pimpinan yang memang sejak dulu mereka inginkan tanpa menghiraukan ancaman yang datang dari keluarga Hasyim.

Friday, September 16, 2016

Wafatnya Bunda Aminah

Dalam perjalanan itu, Aminah membawa Ummu Aiman, budak perempuan peninggalan Abdullah. Sesampainya di Yatsrib, mereka disambut oleh saudara-saudara Aminah. Kepada Muhammad diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan. Itu adalah saat pertama Muhammad benar-benar merasa dirinya sebagai anak yatim. Apalagi ia mendengar ibunya bercerita panjang lebar tentang sang ayah tercinta yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia di tengah-tengah pamannya dari pihak ibu.

sesudah hijrah, pernah juga Rasulullah SAW menceritakan kepada sahabat-sahabatnya tentang kisah perjalanan masa kecil beliau ke Yatsrib yang saat itu telah berubah nama menjadi Madinah. Beliau amat terkenang dengan perjalanan bersama ibunya itu, kisah perjalanan penuh cinta pada Madinah, kisah penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.

Sesudah cukup sebulan tinggal di Madinah, mereka pun bersiap pulang. Mereka berjalan dengan menggunakan dua ekor unta yang mereka bawa dari Mekah. Akan tetapi, di tengah perjalanan, di sebuah tempat bernama Abwa, Bunda Aminah menderita sakit hingga kemudian meninggal di tempat itu.

"Ibu! Ibu!" panggil Muhammad kepada ibunya yang kini membujur kaku.

Dalam pelukan Ummu Aiman, dengan air mata meleleh, Muhammad menyaksikan tubuh ibunya dikuburkan di tempat itu.

Begitulah, pada usia enam tahun. Nabi Muhammad SAW telah menjadi anak yatim piatu. Siapakah yang kemudian mengasuh beliau?

Abwa
Abwa adalah sebuah dusun yang terletak di antara Madinah dengan Juhfa. Jaraknya 23 mil (37 km) dari Madinah

Thursday, September 15, 2016

Kisah Muhammad Dibawah Asuhan Sang Kakek Abdul Muthalib

Sejak itu, Abdul Muthalib bertindak sebagai pengasuh cucunya itu. Ia memelihara Muhammad dengan sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih sayangnya.

Abdul Muthalib adalah pemimpin seluruh Quraisy dan seluruh Mekah. Untuk dia, diletakkan hamparan khusus tempatnya duduk di bawah naungan Ka'bah. Anak2 beliau, paman-paman Muhammad, tidak berani duduk di tempat itu. Mereka duduk di sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada ayah mereka.

Suatu saat, Muhammad kecil yang montok itu duduk di atas hamparan tersebut. Serentak paman-paman beliau langsung memegang dan menahan Muhammad agar tidak duduk di atas hamparan.  Namun, Abdul Muthalib datang dan melihat kejadian tersebut.

"Biarkan anakku itu," katanya, "Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung."

Kemudian, Abdul Muthalib duduk di atas hamparan tersebut sambil memangku Muhammad. Dielus-elusnya punggung Muhammad penuh sayang. Abdul Muthalib bergembira dengan apa yang dilakukan cucunya itu.

Lebih-lebih lagi, kecintaan kakek kepada cucunya itu timbul ketika Aminah kemudian berniat membawa Muhammad ke Yatsrib untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara ibunya dari keluarga Najjar. Perjalanan ini juga bertujuan menengok makam Abdullah, ayah Muhammad. Sudah lama Aminah memendam keinginan untuk menengok makam suaminya tercinta itu. Kini, ia akan berangkat ditemani putranya seorang.

Sahabat fillahku, bagaimana kisah perjalanan mereka ke Yatsrib yang jauh itu?

Halimah As Sa'diyyah

Halimah dijuluki As Sa'diyyah karena ia berasal dari keluarga Bani Sa'ad. Kasih sayang Muhammad terhadap ibu susunya itu tak pernah putus. Pernah suatu kali, setelah pernikahan Muhammad dengan Khadijah, Halimah As Sa'diyyah datang berkunjung. Saat itu, musim paceklik sehingga kehidupan di dusun menjadi susah. Muhammad menerima beliau dengan baik sekali. Saat Halimah pulang, ia dibekali dengan harta Khadijah berupa unta yang dimuati air dan 40 ekor kambing. Setiap kali Halimah datang, Rasulullah selalu membentangkan pakaiannya yang paling berharga untuk alas duduk Bunda Halimah.

Wednesday, September 14, 2016

Muhammad Bertemu Kembali dengan Kakek dan Bunda nya

Tak lama kemudian, datanglah seseorang bernama Waraqah bin Naufal dan seorang temannya dari Quraisy. Keduanya menyerahkan Muhammad kepada Abdul Muthalib, "Ini anakmu, kami menemukannya di Mekah Atas."

Alangkah lega dan gembiranya Abdul Muthalib.

"Cucuku!" katanya sambil mendekap Muhammad.

Abdul Muthalib memerhatikan cucunya dengan wajah berseri-seri, "Apakah kamu mau kakek ajak menunggangi unta yang hebat?"

"Mau. Tetapi, mana untanya kek?"

Sambil tertawa, orang tua itu mengangkat Muhammad dan mendudukkannya di atas bahu.

"Kau kini telah menduduki untanya, Nak! Ha....ha....ha...."

"Wah, unta hebatnya kok sudah tua ya Kek?

"Biar tua, tapi ini unta yang hebat, cucuku! Lihat unta ini mampu mengajakmu berthawaf mengelilingi Ka'bah.

Abdul Muthalib membawa Muhammad berthawaf di Kabah. Setelah itu ia memintakan perlindungan Tuhan untuk cucunya itu dan mendoakannya.

"Mari kita menemui ibumu sekarang, " ajak Abdul Muthalib.

Alangkah senangnya anak dan ibu itu ketika mereka saling bertemu. Walaupun demikian, tersisip kesedihan di hati Muhammad ketika ia melepas Halimah As Sa'diyah, ibu susu yang selama ini telah merawatnya dengan limpahan kasih yang demikian besar.

"Selamat tinggal Muhammad. Jadilah orang besar seperti yang pernah dikatakan ibumu," kata Halimah sambil beranjak pergi.

Sampai dewasa, Muhammad tidak pernah memutuskan tali silaturahim dengan ibu susunya itu.

Waraqah bin Naufal
Waraqah bin Naufal adalah seorang paman Bunda Khodijah yang kelak menjadi istri Muhammad. Waraqah bin Naufal tidak menyukai berhala. Ia tetap mengikuti ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, menjadi hamba Allah  yang setia.
Ia tidak meminum minuman keras dan tidak berjudi. Ia bermurah hati terhadap orang orang miskin yang membutuhkan pertolongannya.

Tuesday, September 13, 2016

Muhammad Menghilang Setelah Diintai oleh Orang-orang Nasrani Habasyah

Halimah cepat-cepat mengajak Muhammad pergi, namun dari kejauhan orang orang Habasyah itu terlihat bergegas mengikuti mereka. Untunglah Halimah mengenal daerah itu dengan baik sehingga ia bisa melepaskan diri dari kejaran orang orang Habasyah walaupun dengan susah payah.

Tidak beberapa lama kemudian, Halimah menyiapkan Muhammad untuk segera kembali ke Mekah. Sedih sekali Muhammad harus berpisah dengan saudara-saudaranya. Syaima, Unaisah, dan Abdullah.

"Muhammad, jangan lupakan kami ya?" pinta Syaima dengan mata berkaca-kaca.

Muhammad mengangguk sambil memeluk mereka satu persatu. Kemudian, berangkatlah Muhammad meninggalkan dusun Bani Sa'ad dengan semua kenangan indah yang tidak akan pernah hilang dari benaknya seumur hidup.

Halimah mengelus kepala Muhammad penuh sayang, "Bergembiralah, Muhammad. Engkau akan berjumpa dengan ibu dan kakekmu."

Mekah pada malam hari sangat ramai ketika mereka tiba. Saat melalui  kerumunan orang itulah, Muhammad terpisah dan menghilang. Halimah kebingungan. Ia takut orang orang Habasyah itu diam diam masih mengikuti mereka dan mengambil kesempatan ini untuk menculik Muhammad.

Sambil menangis, Halimah mendatangi Abdul Muthalib, "Sungguh, pada malam ini, aku datang dengan Muhammad, namun ketika aku melewati Mekah Atas, ia menghilang dariku. Demi Allah, aku tidak tahu di mana kini ia berada."

Setelah memerintahkan orang untuk mencari, Abdul Muthalib berdiri di samping Ka'bah, lalu berdoa kepada Allah agar Dia mengembalikan Muhammad kepadanya.

Dapatkah Muhammad ditemukan kembali?

Nantikan kelanjutan kisahnya pada postingan selanjutnya

Gembala Kambing

Mulai dari hidupnya di Bani Sa'ad sampai masa kecilnya di Mekah, hidup Nabi Muhammad dilalui sebagai seorang gembala. Ibnu Ishaq berkata bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Tidak ada satu nabi pun melainkan ia (pernah) menggembala kambing." Ditanyakan kepada beliau, "Termasuk engkau, wahai Rasulullah?" Rasulullah bersabda " Ya, termasuk aku."

Wednesday, September 7, 2016

Orang Nasrani Habasyah Mengetahui Ciri Kenabian Muhammad

"Kak,tunggu!"seru Muhammad sambil berlari menuruni bukit. Saat itu ,usia Muhammad sudah 5 tahun. Ia sedang berlari mengejar saudara-saudaranya,yaitu anak anak Halimah. Mereka sedang menggembala kambing.

"Ayo Muhammad kejar kami kalau bisa!" ujar Syaima, anak perempuan sulung Halimah sambil tertawa.

Anak-anak itu terus bermain. Diam-diam, ada beberapa orang Nasrani dari Habasyah sedang memerhatikan mereka.

"Lihat, Kak! Itu Ibu datang!" seru Muhammad.

Anak-anak menoleh. Mereka terpekik senang melihat Halimah datang menjemput. Namun, wajah Halimah tampak khawatir. Ia mencurigai beberapa bayangan yang sedang mengintai sambil berbisik-bisik di kejauhan. Hatinya makin berdebar ketika orang orang Habasyah itu datang mendekat. Tanpa memedulikan dirinya, mereka langsung mendekati Muhammad.

"Paman mau apa?" tanya Muhammad.

"Berbaliklah, Nak! Kami ingin melihat punggungmu!" perintah salah seorang.

Muhammad membalikkan badan, lalu orang orang Habasyah itu saling pandang dengan wajah terkejut. Tanpa berkata apa-apa lagi, mereka berbalik ke tempat semula dan kembali berbisik-bisik.

"Kalian bermainlah lagi, Ibu akan mencari tahu apa yang mereka bicarakan!" kata Halimah kepada Muhammad dan saudara saudaranya.

Diam diam, Halimah mendekati tempat orang orang Habasyah itu berada dan terkejut mendengar apa yang mereka katakan, "Kita harus merampas anak ini dan membawanya kepada raja di negeri kita. Kita telah mengetahui seluk beluk tentang dia! Ada tanda di punggungnya yang meramalkan anak ini kelak akan menjadi orang besar."

Diam diam, Halimah menjauh, "Aku harus melarikan Muhammad dari mereka sekarang juga!"

Berhasilkah Halimah menyelamatkan Muhammad?

Kita lanjutkan besok ya kisahnya.

Tanda-Tanda Rasul Terakhir pada Injil

Orang orang Nasrani Habasyah itu tahu bahwa seorang Rasul terakhir akan dibangkitkan dan mereka diperintahkan mengikutinya seperti yang tertera pada Injil di bagian Kitab Ulangan (18) : 15-22, "Bahwa seorang Nabi di antara kamu, dari antara segala saudaramu dan yang seperti aku ini, yaitu akan dibangkitkan oleh Tuhan Allah-mu bagi kamu, maka dia haruslah kamu dengar."

Percakapan Halimah dengan Aminah

Karena kejadian itu, Halimah kembali ke Mekah dan menyerahkan Muhammad kepada ibunya. Aminah menerima kedatangan mereka dengan rasa heran, "Mengapa engkau mengantarkannya kepadaku, wahai ibu susuan? Padahal sebelumnya engkau meminta ia tinggal denganmu?"

"Ya," jawab Halimah, "Allah telah membesarkan Muhammad. Aku sudah menyelesaikan apa yang menjadi tugasku. Aku merasa takut karena ada banyak kejadian terjadi padanya. Jadi, ia aku kembalikan kepadamu seperti yang engkau inginkan."

"Sebenarnya, apa yang terjadi?" tanya Aminah, "berkatalah dengan benar kepadaku."

Halimah terdiam sejenak, lalu bercerita dengan rasa berat, "Ada dua orang berbaju putih membawanya ke puncak bukit. Mereka membelah dan mengeluarkan sesuatu dari dalam dadanya."

Setelah berkata demikian, Halimah mengangkat wajahnya memandang Aminah, tetapi ia terkejut melihat wajah Aminah demikian tenang.

"Apakah engkau takut setanlah yang mengganggunya?" tanya Aminah.

Halimah mengangguk, "Itulah sebenarnya yang membuatku khawatir sehingga cepat-cepat mengembalikannya kepadamu."

Aminah menarik napas.

"Demi Allah," katanya, "setan tidak akan mendapatkan jalan untuk masuk ke dalam jiwa Muhammad. Sesungguhnya, anakku akan menjadi orang besar pada kemudian hari. Ketika aku mengandungnya, aku melihat sinar keluar dari perutku. Dengan sinar tersebut aku bisa melihat istana-istana Busra di Syam menjadi terang-benderang. Demi Allah, aku belum pernah melihat orang mengandung yang lebih ringan dan lebih mudah seperti yang kurasakan. Ketika aku melahirkannya, ia meletakkan tangannya di tanah dan kepalanya menghadap ke langit."

Halimah mendengar semua itu dengan takjub. Aminah menyentuh tangan Halimah dan berkata lembut, "Biarkan ia bersamamu dan pulanglah dengan tenang."

Muhammad kecil pun kembali dibawa pulang. Namun, lagi lagi terjadi sebuah peristiwa yang akhirnya membuat Halimah benar benar mengembalikan Muhammad kepada ibunya.

Peristiwa apakah itu?
Kita lanjutkan besok ya kisahnya.

Penuturan Rasulullah Terkait Dadanya Dibelah

Setelah Muhammad diangkat menjadi Rasulullah, ia diminta para sahabat untuk menceritakan tentang dirinya. Inilah yang Rasulullah katakan tentang diri beliau.

"Ketika ibuku mengandungku, ia melihat sinar keluar dari perutnya. Karena sinar tersebut, istana-istana di Syam bercahaya.

"Aku disusui di Bani Sa'ad bin Bakr. Ketika aku bersama saudaraku di belakang rumah sedang menggembalakan kambing, tiba-tiba dua orang berpakaian putih datang kepadaku dengan membawa baskom emas yang penuh berisi salju.

"Kedua orang tersebut mengambilku, lalu membelah dadaku, mengeluarkan jantungku, membelahnya, mengeluarkan gumpalan hitam dari jantungku, dan membuangnya. Setelah itu, keduanya mencuci jantungku dan dadaku dengan salju yang telah dibersihkan. Salah seorang dari keduanya berkata kepada sahabat satunya, 'Timbanglah dia dengan sepuluh orang dari umatnya.'

"Dia menimbangku dengan 10 orang umat ku, ternyata aku lebih berat daripada mereka.

"Orang pertama berkata, 'Timbanglah dia dengan 100 orang dari umatnya.'

"Orang kedua itu menimbangku dengan 100 orang dari umatku, ternyata aku lebih berat daripada mereka. Orang pertama berkata lagi, 'Timbanglah dia dengan 1000 orang dari umatnya.' Orang kedua menimbangku dengan 1000 orang dari umatku, ternyata aku lebih berat daripada mereka.'

"Orang pertama berkata, 'Biarkan dia. Demi Allah, seandainya engkau menimbangnya dengan seluruh umatnya, ia lebih berat daripada mereka '."
Kita lanjutkan besok ya kisahnya ... InsyaAllah

Tujuan peristiwa ini adalah mempersiapkan diri Muhammad untuk mendapatkan pemeliharaan dan wahyu agar manusia lebih mudah mengimami Rasulullah dan membenarkan risalahnya.

Sunday, September 4, 2016

Nabi Muhammad kecil Dibelah Dadanya

Pembelahan Dada

Peristiwa itu terjadi tidak lama setelah keluarga Halimah kembali ke pedalaman. Saat itu umur Muhammad belum lagi genap tiga tahun.
Hari itu, Muhammad kecil ikut menggembalakan kambing bersama saudara-saudaranya. Tiba tiba salah seorang putra Halimah datang berlari-lari sambil menangis.

"Ada apa?" Tanya Halimah dan suaminya panik.
"Saudaraku yang dari Quraisy itu! Dia diambil oleh seorang laki laki berbaju putih. Dia dibaringkan! Perutnya dibelah sambil dibalik-balikkan!"

Halimah dan Harits segera berlari mencari Muhammad. Mereka menemukan anak itu sedang sendiri. Wajah Muhammad pucat pasi. Halimah dan suaminya memperhatikan wajah Muhammad baik baik.

"Apa yang terjadi kepadamu,Nak?" tanya mereka.
"Aku didatangi oleh seorang laki laki berpakaian putih. Aku dibaringkan lalu perutku dibedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Aku tak tahu apa yang mereka cari."

Tanpa bertanya lagi Halimah segera membawa Muhammad pulang. Hatinya dipenuhi kecemasan.

"Aku takut Muhammad didatangi dan digoda oleh jin "kata Halimah kepada suaminya.
"Lebih baik kita membawanya kembali ke Mekah, "jawab Harits
Sebenarnya siapakah seorang laki- laki itu?

Saturday, September 3, 2016

Nabi Muhammad Kecil Kembali Ke Dusun Bertemu Aminah Ibunya

Halimah dan suaminya mengembalikan Muhammad kepada Aminah. Alangkah bahagianya Aminah bertemu lagi dengan putra tunggalnya itu.

"Lihat! Kini engkau tumbuh menjadi anak yang tegap dan sehat!" ujar Aminah.

Aminah memandang Halimah dan suaminya dengan mata berbinar-binar penuh rasa terima kasih, "Kalian telah merawat Muhammad dengan baik, bagaimana aku harus berterimakasih?"

Halimah dan suaminya berpandangan dengan gelisah. Sebenarnya mereka merasa berat berpisah dengan Muhammad. Mereka amat menyayangi anak itu. Selain itu, sejak Muhammad datang, kehidupan mereka dipenuhi keberkahan.

"Kami cuma berharap andaikan saja engkau sudi membiarkan anak ini tetap bersama kami hingga menjadi besar. Sebab, aku khawatir ia terserang penyakit menular yang kudengar kini sedang mewabah di Mekah," pinta Halimah.

Aminah menyadari bahwa yang mereka pinta ada benarnya, tetapi hatinya bimbang karena hampir tak sanggup berpisah lagi dengan putranya. Namun, Abdul Muthalib datang. Bangga sekali ia melihat pertumbuhan cucunya yang begitu bagus di daerah pedalaman.

"Aku ingin Muhammad kembali ke Dusun Bani Sa'ad sampai ia berusia lima tahun," kata Abdul Muthalib, "agar ia di situ belajar berkata-kata dan telinganya terbiasa mendengarkan bahasa Arab yang fasih pula."

Aminah mengerti bahwa ia harus kembali melepas Muhammad demi masa depan putranya sendiri.

"Beri aku waktu beberapa hari bersama putraku, setelah itu bolehlah kalian membawanya kembali," kata Aminah.

Akhirnya, Muhammad pun dibawa kembali ke dusun Bani Sa'ad. Namun, di sana ia mengalami sebuah peristiwa yang sangat mengguncangkan. Peristiwa apakah itu?

Friday, September 2, 2016

Keberkahan yang Dirasakan Halimah dan Harits selama Mengasuh Nabi Muhammad Waktu Bayi

Keberkahan

Keberkahan yang dibawa Muhammad kecil tidak berhenti sampai disitu. Dalam perjalanan kembali ke dusun Bani Sa'ad, kembali terjadi hal yang mengherankan.

"Suamiku, tidakkah engkau melihat hal yang aneh pada keledai tungganganku?" tanya Halimah.

"Saat kita pergi, keledai ini berjalan pelan sekali," Harits menanggapi, "tetapi, kini ia dapat berjalan cepat seolah tak kenal lelah. Padahal, beban yang dibawanya cukup berat."

Keledai itu berjalan cukup cepat sehingga bisa menyusul dan melewati rombongan wanita Bani Sa'ad lainnya yang telah berjalan lebih dulu.

"Halimah putri Abu Dhu'aibi!" panggil para wanita itu keheranan, "tunggulah kami! Bukankah ini keledai yang engkau tunggangi saat kita pergi?"

"Demi Allah, begitulah," balas Halimah, "ini memang keledaiku yang dulu."

"Demi Allah, keledaimu itu kini bertambah perkasa!"

Ketika tiba di rumah, Halimah dan Harits tambah terkejut.

"Sepetak tanah kita!" bisik Halimah tak percaya.

"Sepetak tanah kita ini jadi begitu hijau dan subur! Padahal, saat kita berangkat, tak ada sepetak tanah pun yang lebih gersang dari ini!"

"Domba-domba juga!" seru Harits, "domba domba kita jadi gemuk dan susunya penuh. Kini kita dapat memerah dan meminum susu mereka setiap hari."

Begitulah keberkahan yang mereka terima  selama mengasuh Muhammad. Namun, dua tahun pun berlalu, kini tiba saatnya mengembalikan Muhammad kepada ibunya.

Akankah Muhammad kecil benar-benar kembali ke pelukan ibunya setelah dua tahun berpisah?
Nantikan kelanjutan kisahnya besok...
In syaa Allah

Thursday, September 1, 2016

Halimah, Ibu Susu Nabi Muhammad ketika masih Bayi

Ketika Halimah dan Harits kembali ke rombongan, mereka melihat semua kawan mereka telah mendapatkan bayi untuk dibawa pulang dan disusui.

Melihat itu, Halimah berkata kepada suaminya, "Demi Allah, aku tak ingin mereka melihatku pulang tanpa membawa bayi. Demi Allah, aku akan pergi kepada anak yatim itu dan mengambilnya."

"Tidak salah kalau engkau mau melakukannya. Semoga Allah memberi kita keberkahan melalui anak yatim tersebut."

Begitulah, akhirnya Halimah dan suaminya kembali menemui Aminah dan membawa Muhammad ke dusun mereka. Aminah melepas bayi mungilnya itu dengan perasaan lega bercampur sedih. Lega karena akhirnya ada yang mengasuh Muhammad, sedih karena harus berpisah dengannya selama dua tahun.

"Pergilah, Nak. Ibu menunggumu di sini, " bisik Aminah dengan pipi yang hangat dialiri air mata.

Tatkala menggendong Muhammad, Halimah keheranan, "Aku tidak merasa repot membawanya, seakan-akan tidak bertambah beban."

Kemudian, Halimah menyusui Muhammad.

"Lihat, bayi ini menyusu dengan lahap, " kata Halimah kepada suaminya.

Setelah menyusui Muhammad, Halimah menyusui bayinya sendiri. Bayi itu juga menyusu dengan lahap. Setelah itu, Muhammad dan bayi Halimah tertidur dengan lelap.

"Anak kita tidur dengan lelap," bisik Halimah kepada suaminya, "padahal, sebelumnya kita hampir tidak bisa tidur karena ia rewel terus sepanjang malam."

Malam itu, keduanya bertambah heran karena unta tua mereka ternyata kini menghasilkan susu.

"Engkau tahu, Halimah. Sebelum ini unta tua kita tidak menghasilkan susu setetes pun," gumam Harits.

Suami istri itu meminum air susu unta sampai kenyang.

"Malam ini benar-benar malam yang indah, " kata Halimah kepada Harits, "bayi kita tertidur lelap dan kita pun bisa beristirahat dengan perut kenyang."

"Demi Allah, tahukah engkau Halimah, engkau telah mengambil anak yang penuh  berkah."

"Demi Allah, aku pun berharap demikian."

Kebanggaan Rasulullah

Lingkungan di Bani Sa'ad benar benar sangat murni. Kelak Rasulullah pun dapat berkata dengan bangga, "Aku adalah keturunan Arab yang paling tulen. Sebab aku anak suku Quraisy yang meyusui di Bani Sa'ad bin Bakr."