Sahabat fillah, saat itu di kalangan bangsawan Arab sudah berlaku tradisi yang baik, yakni mereka mencari wanita-wanita desa yang bisa menyusui anak-anaknya. Anak-anak disusukan di pedalaman agar terhindar dari penyakit, memiliki tubuh yang kuat, dan agar dapat belajar bahasa Arab yang murni di daerah pedesaan.
Tidak lama kemudian, ke Mekah datanglah serombongan wanita dari kabilah Bani Sa'ad mencari bayi untuk disusui. Di antara mereka ada seorang ibu bernama Halimah binti Abu Dzu'aib.
"Suamiku," panggil Halimah, "tahun ini sungguh tahun kering, tak ada tersisa sedikit pun hasil panen di kampung halaman kita. Lihat, unta tua kita tidak lagi menghasilkan susu sehingga anak-anak menangis pada malam hari karena lapar."
"Semoga kita mendapat bayi seorang bangsawan kaya yang dapat memberi kita upah yang layak untuk menanggulangi kesengsaraan ini," jawab sang suami.
Namun, harapan mereka tak terkabul, hampir semua bayi bangsawan kaya telah diambil oleh teman-teman serombongan mereka. Hanya ada satu bayi dalam gendongan ibunya yang mereka temui.
"Namanya Muhammad," kata Aminah kepada pasangan tersebut, "ia anak yatim. Tinggal aku dan kakeknya yang merawatnya."
Halimah dan suaminya, Al Harits bin Abduk Uzza, saling berpandangan. Mereka enggan menerima anak yatim karena tidak ada ayah yang dapat memberi mereka upah yang layak. Pasangan tersebut menggeleng dan pergi mencari bayi lain. Aminah memandang bayi dalam dekapannya dengan sendu. Setiap wanita Bani Sa'ad yang ditawarkan menyusui Muhammad menolaknya karena ia anak yatim.
Tsuwaibah
Sebelum kedatangan para wanita Bani Sa'ad, Muhammad disusui Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab. Muhammad cuma beberapa hari disusui oleh Tsuwaibah. Namun, sepanjang hidupnya, Beliau memperlakukannya dengan baik sekali.
Wednesday, August 31, 2016
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment